Click Here For Free Blog Templates!!!
Blogaholic Designs

Pages

Senin, 24 Desember 2012

Puisi: Disini


Disini,
Tempat aku bisa berbincang dengan diriku sendiri
Melalui berbagai pertentangan hati

Disini,
Tempat aku membagi kesedihanku,
Membagi semua cerita pada tetesan embun

Disini,
Tempat aku berkaca,
Menatap nanar kisah yang tiada terkira

Disini,
Hanya disini, tempat aku merenungi setiap kejadian,
Menimbang setiap pilihan,
Apakah aku akan tetap tinggal,
Atau malah beranjak pergi,
Dari hatimu…

Sby, 11 Des 2012

Puisi: Sebaris Doa untuk Dia dan Aku


Allah,
Jika aku harus kehilangan dia lagi,
Untuk kesekian kalinya dia harus pergi,
Untuk kesekian kalinya aku harus berhenti menantinya,
Maka dengarkanlah sebaris doa-doaku untuk dia dan aku.

Seperti doa-doa yang selalu kupanjatkan untukku,
Begitu pula aku juga mendoakannya
Seperti harapan-harapanku yang akan terwujud
Begitu pula aku harapkan dia,
Seperti senyum yang akan selalu mewarnai hariku,
Begitu pula aku ingin dia tersenyum.

Allah,
Aku cinta dia, selalu mencintainya
Maka berikanlah cinta yang lebih besar untuknya,
Cinta yang lebih besar dari yang kumiliki
Maka berikanlah kasih yang lebih indah untuknya,
Kasih yang lebih indah dari yang pernah kuberikan untuknya
Seperti yang selalu kupanjatkan untuk diriku sendiri

Allah,
Jika benar aku harus kehilangan dia,
Mohon biarkan aku memaafkan kesalahannya,
Mohon biarkan aku melupakan dirinya,
Mohon biarkan aku memulai lagi dari awal,
Tanpa ada dirinya dalam hidupku.

Sby, 24 Des 2012

Jumat, 07 September 2012

Cerpen: Anak Laki-laki Lastri


Kemudian cahaya mata itu meredup, setelah melalui perjuangan yang teramat panjang, dia merasa tak ada lagi daya untuk dia bangkit. Semua cahaya memdadak memudar dari matanya suara-suara berubah jadi lirih, bayangan-bayangan menjadi tanpa warna, abu-abu. Akankah semua berakhir?
Lirih dia mendengar suara tangisan disekitarnya, suara-suara yang mengisyaratkan kekhawatiran, wajah-wajah muram yang tergambar samar, lalu lalang orang yang tampak tergesa-gesa. Tapi dimana? Dimana suara tangis yang teramat dia rindukan itu? Dimana suara tangis yang deminya wanita ini siap menukar dengan apapun, termasuk nyawanya? Mengapa tak ada suara tangis bayi? Bayi selama ini dia perjuangakan setengah mati?
Lalu semuanya menjadi gelap sempurna.
###
Seorang wanita, Lastri namanya, menunggu antrian di puskesmas desa bersama ibu-ibu yang tengah hamil. Usia nya sudah tak muda lagi, 42 tahun, dan ini adalah kehamilannya yang keempat. Anak pertamanya, Tina, sudah berusia 17 tahun, sudah duduk di bangku SMA. Anak keduanya, Tanti, 15 tahun, kini sedang mempersiapkan ujian kelulusan SMP nya, sedangkan si bungsu Tari yang berusia 12 tahun, baru saja dia berbangga dengan seragam SMP barunya. Lastri menunggu panggilan dari perawat puskesmas dengan sabar. Semoga hari ini, Bu Bidan tidak menakut-nakutinya lagi dengan cerita kehamilan beresiko.
Ini adalah kehamilannya yang keempat. Pada kunjungannya ke bidan sebelumnya, dan sebelumnya lagi, dia sudah diberi tahu Bu Bidan berulang kali jika kehamilannya kali ini beresiko. Selain usianya yang kini sudah menginjak 42 tahun, dia juda diidentifikasi menderita hipertensi atau yang menurut Bu Bidan biasa disebut tekanan darah tinggi. Menurut Bu Bidan, kehamilan dengan hipertensi dapat mengganggu kinerja ginjal dan hati. Entahlah aku tak tahu bagaimana hubungannya orang hamil dengan penyakit-penyakit itu. orang bodoh yang tak pernah makan bangku sekolah sepertiku hanya bisa mengangguk saja ketika Bu Bidan menjelaskan.
 “Bagaimana Bu Bidan, apakah anak dalam kandungan saya sehat?” tanya Lastri pada satu-satunya bidan yang terpercaya di kampungnya.
“Sejak awal saya sudah mengatakan kepada anda, Bu Lastri, bahwa kehamilan anda ini beresiko. Usia anda yang sudah 42 tahun bukanlah usai yang aman untuk melahirkan. Ditambah lagi dengan hipertensi yang Ibu alami. Kemungkinan terganggunya sistem kerja ginjal Bu Lastri masih ada. Hal ini biasa disebut Preeklamsia. Banyak kasus seperti ini terjadi dan menyebakan kebocoran protein melalui ginjal sehingga urin iIbu mengandung protein positif. Pada kasus pereklamsia berat, bayi harus segera dilahirkan dengan operasi. Saya khawatir jika sampai hal itu terjadi Ibu harus memilih mana yang harus selamat, Ibu atau janin dalam kandungan Ibu Lastri.”
Suara Bu Bidan tampak seperti dengung lebah di kepala Lastri, sama sekali dia tak dapat mencerna apa yang di jelaskan Bu bidan. Yang dia tahu, setiap orang melahirkan pasti mempertaruhkan nyawa. Dia pernah mengalaminya tiga kali sebelumnya dan semuanya berjalan dengan baik. Tapi yang keempat ini mengapa begitu menyulitkan?
Lastri hanya mengangguk setelah mendengar penjelasan Bu Bidan, lalu menerima resep yang disodorkan Bidan berbadan subur itu untuk ditebus di tempat penukaran resep. Segera dia beranjak meninggalkan Ruang Ibu dan Anak di Puskesmas kampung ini. Pening kepalanya mendengar uraian panjang dari Bu Bidan tadi.
Dalam perjalanan pulang kata-kata Bu Bidan terus membayangi kepalanya. Ibu atau anaknya yang harus diselamatkan. Kandungannya sudah menginjak bulan keempat. Kata orang-orang, empat bulan adalah waktunya seorang anak diberikan nyawa. Itu berarti, membuang anak ini sama saja dengan membunuh anak sendiri. Dan hanya orang gila yang tega membunuh darah daging sendiri, sekalipun ia masih dalam kandungan. Lastri mengelus pelan perutnya. Anak laki-laki. Itulah doa yang selalu dipanjatkannya setiap hari. Seperti keinginan Anton, suaminya.
Suaminya begitu mengidam-idamkan anak laki-laki. Biar ada yang meneruskan garis keturunan keluarga, begitu katanya. Namun hingga kelahiran anaknya yang ketiga, Tari, anak perempuan, itulah yang dititipkan Sang Maha Pencipta untuk mereka. Tampak jelas raut kecewa Anton ketika dia tahu buah hatinya yang ketiga juga perempuan, seperti Tina dan Tanti. Harapannya untuk memiliki anak laki-laki seolah tersedot ke lembah hitam pekat. Seperti tak ungkin lagi menemui titik terang. Dan kehamilan Lastri yang keempat ini, kembali memunculkan sinar harapan di wajah Anton, harapan akan hadirnya seorang anak laki-laki.
Mengingat suaminya yang begitu mengharapkan keturunan laki-laki membuat Lastri semakin bertekat untuk menyelamatkan bayinya. Apapun resikonya, sekalipun dia harus menukarkan nyawanya untuk anak, yang dia harapkan, laki-laki dalam kandungannya ini. Sekalipun Bu Bidan mengatakan bahwa kehamilannya beresiko dan dia terancam tak dapat melihat anak-anaknya tumbuh dewasa, tak mengapa, asal anaknya selamat.
###
Sebait demi sebait doa selalu Lastri panjatkan untuk kelahiran anak laki-laki yang sehat setiap hari. Air mata demi air mata terus mengalir untuk anaknya kali ini. Dan dukungan suami dan ketiga anaknya yang selalu ada di sampingnya, menemani doa-doanya, mengingatkan untuk selalu meminum obat dan vitamin yang diberikan Bu Bidan. Tak terasa usia kandungannya semakin mendekati akhir. Sembilan bulan sudah. Bu Bidan saat kunjungannya yang terakhir kemarin mengatakan sebentar lagi bayinya lahir, tinggal menghitung hari saja. Semakin bercampurlah perasaan Lastri, perasaan bahagia karena perjuangannya yang tak mudah untuk menjaga anak dalam kandungannya akan segera berakhir, namun akhir yang seperti apa yang akan terjadi?
Lastri semakin menenggelamkan diri pada doa-doa agar dirinya diberi kesempatan untuk menemani langkah anak-anaknya menuju gerbang kedewasaan. Doa demi doa dia panjatkan agar dia masih diberi umur panjang.
“Allah Maha Pencipta, Allah yang  Maha Hidup, berikanlah kehidupan untukku dan anakku.”
Dan doa-doa selalu diiringi uraian air mata, air mata seorang ibu untuk anaknya. Dan tiba-tiba ditengah lantunan doa-doa, saat tangannya masih menengadah, perut Lastri terasa teramat sakit. Dia mengelus pelan perutnya ketika sakit itu mereda. Waktu masih pukul 4 pagi. Sebentar lagi subuh. Dilihatnya Anton tertidur pulas di ranjang mereka. Lastri segera bangkit dari simpuhnya meminta perlindungan pada Sang Kuasa, dia memandang wajah tenang suaminya. Dan berbisik lirih.
“Mungkin aku tak bisa melihatmu tertidur sepulas ini, Mas. Tidak jika Allah berkehendak.”
Lastri segera berbaring di ranjang, di sisi suaminya. Sambil terus menahan sakit yang semakin lama semakin sering muncul. Lastri mengerang, berteriak pelan. Dia berusaha mengguncang tubuh ssuaminya yang masih terlelap. Iba dia melihat suaminya yang masih terlelap itu tergagap bangun, tapi rasa sakit yang luar biasa ini tak dapat ditahannya lagi. Anton langsung paham jika istrinya akan segera melahirkan. Segera dia meraih hp yang tergeletak di nakas kamar mereka, menelepon Bu Bidan, itulah yang terpikir di kepalanya saat itu.
“Bu Bidan menyuruh kita segera ke Puskesmas. Dia sedang bergegas kesana.”
Suara anton yang panik sambil memasukkan pakaian istri dan calon anaknya sekenanya kedalam tas menyebabkan ketiga anaknya bangun. Melihat kepanikan orang tuanya mereka hanya terdiam dipintu kamar dan mengangguk ketika ayahnya berpamitan. Segera dia memangil becak yang kebetulan melintas di pagi-pagi buta itu. Dengan becak itulah Lastri dan Anton bergegas ke Puskesmas.
Saat mencapai Puskesmas, Lastri semakin berteriak kesakitan, menggenggam tangan Anton dengan kuat. Anton hanya bisa terus memanjatkan doa agar istri dan anaknya selamat. Lastri terus berteriak kesakitan, keringat mengalir deras di dahinya. Darah juga terus mengalir di sela-sela kakinya. Terlampau banyak untuk orang yang melahurkan. Anton semakin komat kamit menyebut nama-Nya berkali-kali sambil terus berderai air mata. Tak terkira sakit yang dirasakan istrinya saat ini. “Allah, jangan panggil istriku, kumohon. Kuatkan dia, kuatkan dia.” Dua jam sudah proses persalinan. Lastri sudah hampir pingsan ketika anak itu lahir, segera perawat membawanya untuk dibersihkan.
Kemudian cahaya mata itu meredup, setelah melalui perjuangan yang teramat panjang, dia merasa tak ada lagi daya untuk dia bangkit. Semua cahaya memdadak memudar dari matanya suara-suara berubah jadi lirih, bayangan-bayangan menjadi tanpa warna, abu-abu. Akankah semua berakhir?
Lirih dia mendengar suara tangisan disekitarnya, suara-suara yang mengisyaratkan kekhawatiran, wajah-wajah muram yang tergambar samar, lalu lalang orang yang tampak tergesa-gesa. Tapi dimana? Dimana suara tangis yang teramat dia rindukan itu? Dimana suara tangis yang deminya wanita ini siap menukar dengan apapun, termasuk nyawanya? Mengapa tak ada suara tangis bayi? Bayi selama ini dia perjuangakan setengah mati?
Lalu semuanya menjadi gelap sempurna.
###
Pelan Lastri membuka matanya. Air mata menetes di pipinya yang sudah keriput. Berulang kali dia menceritakan perjuangan hidup dan matinya ini pada cucu-cucunya yang tak pernah bosan mendengar kisah ini. Kisah perjuangan hidup dan matinya untuk Tino, anak laki-laki kebanggannya dan Anton.

Kediri, 2012
Minggu, 19 Agustus 2012

Bromooo! #Part2


Oke, sekarang aku akan memnuhi janjiku tempo hari untuk menceritakan serunya berwisata ke Bromo. Catet ya, setidaknya ada 4 tempat wisata yang wajib dikunjungi jika berwisata ke Bromo. Sudah jauh-jauh ke Bromo, maka jangan sia-siakan kesempatan ini, apalagi dengan alasan dingin. Nah, sebelum kita mulai jalan-jalan di Bromo, ada baiknya kita cek perlengkapan kita. Benda-benda yang wajib anda bawa adalah jaket gunung atau setidaknya jaket tebal, jika anda ga tahan dingin, saya sarankan untuk membawa 2 jaket, lalu jangan lupa bawa sarung tangan, dan topi hangat, karena dinginnya Bromo dini hari bisa membuat jari-jari anda copot, oiya, pakailah sepatu dan kaus kaki yang cukup tebal, jangan sekali-sekali menggunakan sandal japit seperti dek Apin, kecuali anda memliliki cadangan lemak yang cukup untuk membuat tubuh anda hangat. Slayer, ini wajib, karena debunya, ugh! Bikin sesak. Dan ini wajib juga, cadangan makanan dan air, karena agak susah mencari makanan d tempat wisata, kalaupun ada pastilah harganya di mark up habis-habisan.
Oke, saatnya memulai perjalanan. Tempat wisata pertama yang harus dikunjungi adalah Gunung Pananjakan. Untuk menuju Gunung Pananjakan, anda harus mengendarai Hartop atau Jeep. Disini kita bisa melihat begitu indahnya sunrise dari balik Gunung Bromo yang fenomenal. Menanti matahari terbit dengan kamera di tangan merupakan keasyikan tersendiri. Apalagi kalau bisa mendapatkan foto yang bagus. Sayang saat kami k sana, ternyata musim liburan sekolah saudara-saudara. Jadilah sangat penuh sesak disana. Dan berebut posisi memotret sudah tidaj=k bisa dihindarkan lagi. Selain itu, pemandangan Gunung Bromo saat pagi menjelang juga ga kalah menakjubkannya. Ya itulah Gunung Pananjakan..
Obyek wisata ke 2 yang kami kunjungi adalah bukit Teletubies, foto-foto disini super keren, apalagi bukit hijau dan langit biru kontras banget. Apalagi saat kami kesana belum banyak wisatawan yang berkunjung. Jadilah kita bisa bersenang-senang, lari kesana kemari, foto dengan berbagai gaya, seolah ini bukit milik kita sendiri.
Kemudian yang ke-3 adalah pasir berbisik. Pemandangan pasir yang luas dan putih, serta deretan gunung di belakangnya, ajiibb banget! Hanya saja, 1 pertanyaan saya yang belum terjawab sampai sekarang, kenapa pasirnya ga bisa berbisik ya? Hahahaha… pertanyaan bodoh yang sempat meluncur dari mulut trainer stress macam saya.
Tempat wisata ke 4 adalah kawah Gunung Bromo, yang ini sangat menuntut stamina yang luar biasa, apalagi sebelumnya kami sudah mengunjungi tempat wisata lain, dan lagi, kami belum sempat sarapan. Untuk mencapai kawah Bromo,anda harus melewati lautan pasit yang keliatannya sih dekat tapi ternyata jauhnya minta ampun dan jalan nmendaki plus sekitar 250 anak tangga menuju kawah Bromo.tapi tenang saja, jika tidak sanggup berjalan, anda bisa menyewa kuda. Ingat, anda harus pandai menawar ya, karena kami bisa menyewa kuda dengan harga 20 ribu rupiah saja untuk perjalanan dari kawah kembali ke parkiran kendaraan tumpangan kami. Ke 4 tempat wisata tersebut harus anda nikmati ketika mengunjungi Bromo. Demikianlah ceritaku dan kawan-kawan berwisata ke Bromo… Satu hal yang pasti, seru abiisss!
Minggu, 15 Juli 2012

Puisi: Penghuni Mimpi


Kau adalah…
Sosok yang kerap hadir dalam mimpi-mimpiku
Seolah kau memang diciptakan untuk mengisi ruang hampa yang tercipta saat lelap
Seolah kau menyelinap masuk ketika mataku terpejam
dan membangkitkan segala ingatanku akan dirimu

Kau adalah…
Sosok yang aku tak yakin bahwa kau nyata
Sosok yang hanya merupakan titik-titik kecil dalam ingatanku yang panjang
Sosok yang hanya kuingat samar dalam benak
Namun kau mampu mencuri mimpi-mimpiku

Kau datang, berenang dalam mimpiku
Lalu kau bersenang-senang disana, bersama jutaan peri mimpi
Lalu kau diam, seolah kau sudah mati
Seperti layaknya aku berusaha membunuhmu dalam kesamaranmu
Seperti layaknya aku ingin kau tak pernah ada

Tapi aku berteriak
Dalam hatiku aku tak pernah ingin kau mati
Aku ingin kau tetap hidup, walau hanya dalam mimpi
Selayaknya aku menarikmu kembali dari ketidaksadaranmu
Aku mengguncang tubuhmu
Untuk memastikan kau masih hidup
Dalam hatiku, kau masih terus ada disana, menemaniku….
Sabtu, 07 Juli 2012

bromooo! #part1


“Bromooo!” Itu kalimat yang bersama-sama kami ucapkan begitu menginjakan kaki di Bromo. Kesan pertama, pasti, dingiiiiiinn bangeett! Ga kira-kira deh pokoknya. rasanya kayak masuk freezer, beku. Kesan kedua tentu saja, gelap, karena kami sampai sekitar pukul 03.00 dini hari. Tapi jangan salah aktifitas di Bromo dimulai pada dini hari seperti itu.

Oke, jadi gimana ceritanya aku dan 6 orang lainnya bisa nyasar ke Bromo saat libur kerja seperti ini? Jadi begini ceritanya, karena kami adalah sekumpulan trainer yang kadang kerja rodi 2 minggu tanpa henti, dan kadang juga libur sampe 2 minggu tanpa henti juga. Kok bisa? Ya bisalah, udah, jangan tanya-tanya. Pokoknya begitulah pekerjaan kami. Nah, setelah kerja rodi selama 2 minggu dan dengan adanya beberapa masalah yang membuat kami merasa sangat perlu refreshing, jadi sepakatlah kami untuk segera berlibur kemana saja, yang pasti kami bisa melupakan kepenatan kami.

Setelah berbagai perdebatan tempat tujuan liburan kali ini, mulai dari Malang, Jogja, Jakarta, dan the last option adalah Gunung Bromo. Diputuskanlah bahwa liburan kali ini kami ke Bromo. Dan personelpun ditetapkan, 4 orang trainer yang terancam stress, (Femi, Nirma, Ica, dan aku) serta 3 orang sahabat kami yang ternyata sama gilanya (mbak Zizah, mbak Ayu, dan Dek Apin). Dan berangkatlah kami pada Selasa malam, 26 Juni 2012. Kami bertolak dari Surabaya sekitar pukul 11 malam. Kami sengaja berangkat tengah malam untuk mengurangi biaya penginapan, yang walau penginapan d Bromo tergolong tidak mahal, kami merasa perjalanan ke Bromo bisa ditempuh tanpa harus menginap.

Perjalanan tidak memakan waktu lama, sekitar 4 jam, sudah termasuk mampir pom bensin, beli camilan, dan nyasar. Jadi sekitar pukul 3 dini hari kami sudah sampai di pos terakhir menuju tempat wisata. Hal pertama yang kami lakukan adalah mengunjungi toilet umum. cuaca dingin dan keinginan untuk buang air keci memang selalu berbanding lurus. Lalu kami tawar nenawar harga sewa hartop. Ini penting, karena medan yang tak mungkin dilalui oleh mobil avanza yang kami pakai dari Surabaya. 600 ribu untuk mengantar 7 orang ke 4 tempat wisata disekitar Bromo rasanya tidak terlalu mahal. Ya anggap saja begitu. Mengingat kami bertujuh dan kami ingin benar-benar mengunjungi semua, mulai dari Gunung Penanjakan, Bukit Teletubies, Pasir Berbisik, dan Kawah Bromo. Nantilah aku ceritakan bagaimana serunya berwisata ke tempat-tempat itu. Bersambung ……
Minggu, 20 Mei 2012

Puisi: Aku Bermimpi Melihat Surga

Aku bermimpi melihat surga
Terhampar luas dihadapanku
Begitu indah....

Aku bermimpi melihat surga
Biru bak lautan luas
Dan pasir putih menghampar di tepian
Begitu lembut....

Aku bermimpi melihat surga
Bahkan anginnya yang menyejukkan
Turut membelai anak rambutku
Begitu menggoda....

Aku percaya surga itu ada
Bukan di langit, bukan pula di bumi
Surga ada di dalam dada,
di hati kita....

Sby, 20 Mei 2012
Rabu, 14 Maret 2012

Yu' Widji, Penjual Jajanan Tradisional itu Telah Tiada

Yu' Widji, salah seorang penjual jajanan tradisional yang selalu menggelar dagangannya di salah satu pasar pagi d kota Kediri ini, telah tiada. Mungkin kalian heran, kenapa aku harus menulis tentang Yu' Widji. Bukan, dia bukan kerabat dekat ku, bukan pula sahabat keluargaku. Dia hanyala penjaual jajanan tradisional di pasar pagi. Lalu kenapa dia? Seorang pedagang jajanan tradisional. Apa hebatnya dia? Apa yang pernah dia lakukan sampai aku harus menulisnya?

Tidak ada alasan khusus sebenarnya. Dan tentu saja dia bukan orang hebat sepeerti yang kalian duga. Kalau dia hebat tentulah dia tidak perlu berdagang jajanan tradisional dengan teramat sederhana di pasar pagi. Kalo hebat mungkin dia sudah jadi presiden, atau setidaknya kalau dia tidak beruntung menjadi seorang koruptor seperti yang banyak diperbincangkan di media. tapi bukan, Yu’ Widji bukanlah orang hebat seperti itu, dia adalah satu dari sekian banyak manusia yang kerap sekali diabaikan, tidak diperdulikan, tidak perlu dikenang. Dia adalah satu dari orang-orang yang hanya tau bagaimana mengisi hidupnya yang sederhana dengan hal-hal kecil dan sederhana saja.

Aku tidak teralu banyak mengenal dia. Yang aku tau, dia sudah berjualan di pasar pagi sejak puluhan tahun yang lalu, sebelum aku hadir d dunia. Itu berarti Yu’ Widji sudah berjualan lebih dari 25 tahun. Dagangan selalu sama, tidak ada perubahan berarti. Mungkin jika dulu pada awal-awal berjualan, dia hanya menjual berbagai macam jajanan tradisional, seperti cenil (di daerah lain mungkin mengenalnya sebagai klanthing), lopis, gethuk, gathot, tiwul, ketan bubuk, ketan hitam, puro (rasanya mirip puthu), dan lain sebagainya, sekarang dia juga jualan nasi pecel. Itu saja yang berubah. Bahkan tempat berjualannya juga sama, kios pojok kanan depan di pasar pagi. Dengan layout yang tidak berubah. Cara berjualan juga tidak berubah, tidak menggunakan media promosi apapun, hanya mengandalkan pemasaran dari mulut ke mulut, dan turun temurun, sampai anak cucu pelanggan pada masa awal dia berjualan.

Berjualan jajanan tradisional di era serba modern seperti ini saja sudah sulit, apalagi ditambah promosi yang kurang semacam itu. Hebatnya Yu’ Widji mampu bertahan, walau tidak ada perubahan yang signifikan, tapi dia tetap bertahan sampai lebih dari 25 tahun. Coba kalian hitung, berapa banyak generasi muda yang mau makan makanan tradisional macam itu? Tentu mereka akan lebih suka makan kentang goreng dan burger. Dan Yu’ Widji tetap bertahan untuk menjual jajanan tradisional macam ini. Mungkin karena dia ingin melestarian makanan murah nan nikmat tersebut. Agar tetap terus ada, tak perduli modernisasi berusaha untuk menggerusnya. Dengan jajanan sederhana, kios sederhana, dan sikapnya yang selalu ramah kepada para pelanggannya.

Dan begitulah, ternyata Yu’ Widji tetap harus mengalah dengan usia, tetap harus kalah dengan kematian. Perjuangan yang lebih berat tentu sedang menantinya di luar sana.

Jika Yu’ Widji yang sudah renta mampu bertahan, maka kita yang masih muda harus tetap maju, tidak ada pilihan lain. Semangaatt!!!!